Sangatta, Wartakutim.com – Menghadapi sidang perdana gugatan perdata yang dilakukan Pemkab Kutim terhadap Kejagung mengenai eksekusi pemgembalian aset penjualan 5 persen divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) ke kas daerah. Kejari Sangatta Tety Syam SH., MH Tety mengaku siap menjalani sidang yang rencananya digelar Kamis (2/10) besok.
“Siap. Tidak ada masalah. Kasus ini akan ditangani Jaksa Pengacara Negara. Mungkin dari Kejagung berhalangan hadir. Namun pada prinsipnya kami siap mewakili secara institusi,” terang Tety yang buru menjabat sekitar empat bulan sebagai Kepala Kejari Sangatta.
Dikatakannya, hal ini sudah siapkan sejak jauh-jauh hari, SKK juga sudah dibikin untuk persiapan dan diterima oleh PN Sangatta, nanti diwakili oleh Kasi Datun, Ari Hani Saputri.
Sementra untuk Kejaksaan Agung sendiri, Tety menyebut berdasarkan informasi surat mengeni gugatan ini baru diterima pada Kemarin, karena itu SKK untuk kasus ini besar kemungkinan belum dibuat.
Akan tetapi jika nantinya Kejari Sangatta diminta mewakili, maka sejauh ini pihaknya tentu saja siap mengemban amanah tersebut.
“Saya konfirmasi suratnya baru diterima dan memang SKK nya belum ada tapi kalau memang tak bisa hadir dan kita diminta mewakili kami siap untuk mewakili,” katanya.
Untuk meteri gugatan yang diajukan oleh Pemkab Kutim dan kuasa hukumnya, Tety juga mengatakan tak ada hal yang memberatkan pihaknya.
Sementara kuasa hukum Pemkab Kutim Hamzah Dahlan mengaku siap menjalani sidang perdana besok, sesuai panggilan Pengadilan Negeri Sangatta. Disinggung mengenai langkah apa yang akan diambil, Hamzah mengaku pihaknya akan mendatangkan saksi ahli yang bakal menjelaskan, apakah langkah Kejari Sangatta benar atau tidak.
“Ada beberapa mantan hakim agung yang akan kami minta pendapatnya sebagai saksi ahli. Kemudian ada juga mantan Jampidsus maupun Jamdatung Kejagung yang dihadirkan,” katanya.
Seperti diketahui, Direktur KTE Anung Nugroho telah diputus MA melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke KUHP. Dia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Sementara itu, Direktur PT KTE lainnya Apidian Triwahyudi sedikit lebih ringan dengan dihukum 12 tahun penjara.
Kasus ini berawal saat PT KTE yang sekarang berganti nama PT KMEB (Kutai Mitra Energi Baru), mengelola dana hasil penjualan 5 persen saham PT KPC milik Pemkab Kutim. Saham kemudian dijual Rp 576 miliar atau US$ 60 juta. Oleh Anung, saat menjabat sebagai Direktur Utama KTE dan jajarannya dana ini telah diinvestasikan dalam berbagai jenis usaha.
Namun sebagian usaha telah disita Kejagung saat Anung dan Apidian disidik. Aset tersebut antara lain PT BKM (Bara Kaltim Mandiri), saham Rp 46 milyar di CV Astiku Sakti. Sementara dana tunai tersebar dalam beberapa rekening di berbagai bank. Dana diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah. (wk03)