Indonesia kaya akan budaya dan ragam peninggalan sejarah dari berbagai suku dan ras. Keragaman tersebut selalu menjadi mahnet bagi para pecinta budaya. Namun apa jadinya jika terjadi pengulangan sejarah dimana suasana-suasana abad XV kembali terwujud.
Ketika pergantian tahun tiba, masyarakat banyak yang memanfaatkan untuk berkunjung pada pusat-pusat keramaian. Namun berbeda dengan kegiatan yang dilakukan di Karangannyar, tepatnya di Candi Sukuh.
Candi ini merupakan candi dengan hindu abad XV. Candi yang berada di lereng gunung ini memiliki keistimewaan tersendiri dengan pemandangan yang ditawarkan serta adanya relief burung Garudeya atau disebut juga burung Garuda.
Pagelaran seni akan dilakukan ditempat tersebut pada tanggal 31 Desember dan 1 Januari untuk menyambut malam pergantian tahun. Pagelaran yang bertajuk Srawung Candi ini sengaja dilakukan di komplek candi sebagai jejak sejarah peradaban dan budaya.
Retno Sayektiselaku koordinator pelaksana, Lawu, seperti dilangsir jatenpos.com Senin (30/12) menuturkan, “Di mana ada candi, di sana ada konteks kehidupan, selain itu, candi juga bisa menjadi sumber kreativitas dan sumber cipta seni lingkungan hidup bagi para seniman”.
Sejumlah seniman dalam negeri diantaranya Joko Porong (Surabaya), Sulfiana (Makassar), Nedi Winusa (Padangpanjang) dan Malang Dance (Malang).
Sedangkan untuk seniman luar negeri diantaranya Sri van Der Kroef (Amerika), Yui Nakagami (Jepang), Anna Rubio Llamb (Spanyol), kelompok La Manga Video y Danza (Meksiko), dan Lena Tempich (Jerman).
“Kami akan menampilkan kesenian ketoprak serta reog” imbuhnya. Selain itu juga akan menghadirkan komunitas Sedulur Sikep dari Sukolilo, Pati. Hal yang berbeda pada pagelaran tahun ini akan disertai pula Workshop seni bambu oleh Bibit Jrabang Waluyo Wibowo.
Workshop tersebut digelar dua hari sebelum pementasan Srawung Candi digelar. Hasil dari workshop tersebut akan dipamerkan di sekitar pelataran Candi Sukuh selama kegiatan berlangsung. (Jado/Edt)
Sumber : Jatenpos.com