SANGATTA. Ada 7 (tujuh) Kepala Desa (Kades) di Kutai Timur (Kutim) terindikasi melakukan penyalagunaan Alokasi Dana Desa (ADD), karena itu tidak mampu mempertanggungjawabkan penggunaannya. Indikasi ini disampaikan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Erlyan Noor usai menghadiri rapat evaluasi kerja Pemkab Kutim, Senin (6/6) pagi tadi.
Dikatakan, ketujuh Kades ini terindikasi tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa (DD) tahun 2015, lalu. Namun Erlyan enggan membeberkan desa mana saja yang diduga bermasalah tersebut.
“indikasi penyimpangan kakrena salah penggunaan, termasuk pula ada yang diduga fiktif. Dari penyimpanga penggunaan dana ini sudah ada dilaporkan oleh masyarakat setempat ke Kejari,” katanya.
Dijelaskan, pada dasarnya, penyimpangan itu, diduga karena kekeliruan peruntukan, karena tidak sesui dengan peruntukannya. Atau diluar dari pos prioritas yang diperuntukkan, serta dugaan fiktif. Seperti membelikan komputer ataupun menggunakannya untuk kegiatan mobilisasi. Padahal jika mengacu pada peruntukannya, Dana Desa seharusnya digunakan untuk pelaksanaan pemerintahan, pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.
Namun sesuai arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini, permasalah penggunaan ADD ataupun Dana Desa, sebaiknya diselesaikan tidak sampai ke jalur hukum. Hal ini karena anggarannya tidak terlalu besar, karena itu jika diselesaikan melalui jalur hukum maka biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari kerugian negara yang ditimbulkan.
“karena itu KPK menyarakan adanya upaya penyelesaian permasalahan dengan menyelesaikan proyek yang tidak dikerjakan, dengan anggaran yang ada atau telah dikembalikan. Seperti jika proyek pembangunan jalan yang tidak dikerjakan, maka kades diminta untuk meyelesaikan proyek tersebut dengan dimonitor aparat hukum,” katanya. (imanuel)