
WARTAKUTIM.co.id,SANGATTA — Untuk mempertegas dan memperkuat rencana penyusunan dan aplikasi program-program kerja hingga lima tahun kedepan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kutim bersama menggelar kegiatan Seminar Review Renstra 2016-2021 di Ruang Arau, Kantor Bupati pada Kamis (3/7) lalu.
Dalam kesempatan tersebut, tampil sebagai pembicara mengenai pola Renstra adalah Kadisperindag Dr. H.M. Edward Azran, SE.,MS untuk sesi pertama dan sesi kedua diisi oleh praktisi ekonomi dari Universitas Mulawarman Samarinda yakni Dr. Rachmat Budi Suharto, SE.M.Si.Seminar pada sesi pertama mengetengahkan pandangan tentang kebutuhan aktual di wilayah kerja, dimana renstra dapat mengelami revisi atas dasar respon terhadap perubahan atau perkembangan kondisi di lapangan. Baik itu karena keadaan, regulasi, kebijakan, dan lain-lain.
“Renstra adalah referensi umum bagi derivasi Rencana Kinerja (Renja, red) tahunan yang dicapai telah memiliki indikator yang spesifik, terukur, realistis untuk dapat dicapai, terkait langsung, dan tentu tetap ada batas waktu yang ditetapkan. Dengan itulah SKPD pelaksana akan mudah mengimplementasikan program dan kegiatan yang akurat dan sesuai dengan kebijakan pemerintah secara garis besar,” ungkap Kadisperindag dihadapan peserta seminar.
Lebih jauh dirinya mengungkapkan, mengaca pada India yang menggunakan prospek sektoral sebagai acuan kebijakan ekonomi memang nampak maju secara peraihan nasionalnya. Namun pada pendapatan perkapita penduduk mengalami kesenjangan yang tinggi, antara daerah perkotaan dengan daerah pinggiran. Sehingga hal inilah yang menurut Kadisperindag, jika kebijakan sektoral tidak dapat dijadikan acuan atas keberhasilan ekonomi untuk negara berkembang seperti Indonesia. Kutim sendiri dalam kebijakan kedepan, dapat melakukan perbaikkan dalam hal mendekatkan jarak antara produsen sebagai penghasil dengan pihak konsumen sebagai pembeli. Atau dengan kata lain kesenjangan jarak dapat dipotong untuk menurunkan harga suatu barang.
Perlu diketahui jika Renstra memiliki landasan hukum seperti Undang-Undang RI Nomor 47 Tahun 1999 tentang pembentukkan 4 Kabupaten dan 1 Kota di Kalimantan Timur. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, ditambah lagi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai besaran produk, yang menjadi andalan Kabupaten Kutai Timur masih didominasi oleh industri tambang dengan besaran mencapai delapan puluh persen. Dua puluh persen sisanya dibagi bersama antara sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan, termasuk pula industri jasa dll. Dalam penelitian dan pengamatan lebih jauh, industri pertambangan memang menghasilkan PRDB hingga 80 persen, namun dampak langsung hingga ke masyarakat di daerah pedalaman dan pesisir Kutim tidak terjadi.
“Untuk itulah melalui adanya Renstra dan kemudian diaplikasikan dengan Renja maka perlu ada persiapan dan pergeseran orientasi ekonomi berkelanjutan, dan sejak jaman Bupati Awang Faroek Ishak hingga Bupati Ismunandar sekarang. Desa menjadi acuan utama penggerak roda perekonomian dan pembangunan yang berbasis penguatan sektor perkebunan, pertanian, hingga perikanan,” terang Edward. (hms5)