Nasional

Kekerasan, 200 Oknum Polisi Dipecat Tiap Tahun

262
×

Kekerasan, 200 Oknum Polisi Dipecat Tiap Tahun

Sebarkan artikel ini
S
Ilustrasi (Polisi)

JAKARTA – Perintah Kapolri Jenderal Pol Sutarman agar penyidik bekerja secara profesional dan tidak melakukan kekerasan dalam penegakan hukum ternyata tak berjalan mulus. Terbukti, korban dari sikap yang tidak semestinya dilakukan Korp Bhayangkara itu terus bertambah. Alhasil, sebanyak 200 anggota polisi dipecat Mabes Polri setiap tahun.

“Dalam setiap tahun tak kurang dari 200 anggota polisi bermasalah dipecat,” ungkap Brigjen Pol Boy Rafli Amar, kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri kepada INDOPOS di Mabes Polri, Jakarta saat menerima para korban tindak kekerasan dari seluruh Indonesia yang didampingi Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Senin (8/12).

Boy juga mengaku prihatin atas berbagai kekerasan yang dilakukan oknum anggota Polri. Untuk itu, kedatangan para korban ke Mabes Polri itu akan diakomodir sebagai perasaan ketidakpuasan dan tentunya menjadi masukan bagi Polri sendiri.

“Kami prihatin terkait berbagai tindak kekerasan yang dilakukan anggota kami yang tidak toleran. Kami juga berjanji akan menampung aspirasi para korban sebagai upaya memperbaiki layanan Polri terhadap masyarakat,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Advokasi Sipil dan Politik KontraS Putri Kanesia menyatakan, sangat menyayangkan proses peradilan kasus tindak kekerasan yang dilakukan oknum aparat terhadap warga sipil tidak tuntas. “Kami melihat empat tahun terakhir ada banyak kasus penyiksaan. Ada yang diselesaikan di sidang kode etik saja,” tukasnya.

Menurut Putri, KontraS menemukan bila ada banyak kasus kekerasan aparat yang diselesaikan dengan sidang kode etik saja. Padahal, kasus bisa diproses secara hukum pidana ketika ditemukan bukti-bukti tindak kekerasan.

Untuk mencari keadilan, lanjutnya, pihaknya pun mendampingi beberapa orang korban tindak kekerasan aparat untuk mendatangi Mabes Polri. Para korban berasal dari berbagai kota diantaranya Kudus, Jawa Tengah; Padang, Sumatera Barat; Bau-bau, Sulawesi Tenggara; dan Jayapura, Papua.

“Kami bawa beberapa perwakilan korban dari berbagai daerah untuk menunjukkan penyiksaan yang dilakukan aparat masih terjadi,” kata Putri.
Dari catatan KontraS, beber Putri, adanya tren yang meningkat setiap tahun. Pada 2010-2011 terdapat 56 kasus, lalu pada 2011-2012 terjadi 86 kasus. Sementara pada 2012-2013 tercatat 100 kasus, dan pada 2013-2014 terjadi 108 kasus.

“Kami melihat empat tahun terakhir ada kasus penyiksaan. Tujuan kami membawa perwakilan korban dari berbagai wilayah untuk menunjukkan sebagai buktinya,” kata Putri. (aen)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.