SANGATTA. Yayasan Konservasi Katulistiwa Indonesia berhasil menemukan Spesies Buaya Supit (Tomistoma scheillius) dan Buaya Siamensis (Siamese Crocodile) yang merupakan buaya langka dan hampir punak di beberapa daerah dan belahan dunia,seperti di Thailand, Vietnam, Kamboja dan Malaysia, yang merupakan daerah asalnya. Namun di Kutim, khususnya di MUara Ancalong, dan Long Mesangat kedua jenis buaya ini, masih ada, meskipun populasinya masih belum diketahui jumlahnya.
Menurut Monica Kusneti dari Yayasan Konservasi Kaltulistiwa Indonesia, mengatakan kedua jenis buaya langka yang murni hidup di air tawar ini ditemukan di lahan basah tepatnya Danau Suwi Kecamatan Muara Ancalong dan Kecamatan Long Mesangat.
Dikatakan, kedua reptil ini dikenal tidak agresif seperti buaya muara (Crocodylus porosus) dan makanannya hanya ikan. Namun jika lahan basah dan danau tempat habitat kedua buaya ini terganggu oleh kegiatan manusia seperti pembukaan lahan dan perkebunan kelapa sawit, maka tidak menutup mungkinan kedua reptil ini juga bisa agresif. Sementara lahan basah di kedua wilayah yang merupakan habitat kedua buaya langka ini diketahui sudah ada yang berganti menjadi perkebunan kelapa sawit. Sehingga dirinya berharap, Pemkab Kutim dapat memberikan kebijakan akan alih fungsi lahan basah yang ada agar tidak mengganggu habitat buaya langka ini.
Sementara itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur Ence Ahmad Rafiddin Rizal, mengatakan bahwa kedua spesies buaya langka ini ditemukan di wilayah selatan dan utara Long Mesangat yang berdekatan dengan Muara Ancalong. Bahkan dari penelitian di tahun 2012 lalu, untuk ukuran hingga 1 meter hidup sekitar 50 ekor buaya.
“dari daftar satwa, kedua spesies buaya ini masuk dalam daftar terancam punah. Bahkan di daerah asalnya yakni Thailand, habitat ini sudah dianggap punah secara lokal. Begitupun di beberapa negara asia lainnya. Dan di Indonesia khususnya Kecamatan Muara Ancalong dan Long Mesangat Kabupaten Kutai Timur, kedua spesies ini ditemukan masih ada,” katanya.
Karena langkanya, pemerintah Kutim sendiri melalui BLH Kutim telah berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan UPT Kehutanan Samarinda, bagaimana caranya agar memasukkan wilayah lahan basah Danau Siwi yang ada Kecamatan Muara Ancalong dan Long Mesangat, menjadi kawasan esensial. Atau kawasan konservasi yang pengelolaannya diluar kawasan hutan atau APL. Hal ini dilakukan Pemkab Kutim agar habitat kedua satwa langka ini dapat terjamin kealamian, serta juga melindungi satwa lainnya seperti biyuku, bekantan dan ikan belida yang juga terancam punah keberadaanya.
“Jadi kami ingin dijadikan sebagai kawasan konservasi esensial atau local, demi melindungi dua spesien buaya air tawar ini,” katanya.