“Sehingga saya berharap untuk peringatan kali ini, bagaimana pemuda tidak saja hanya sekedar banyak bicara, namun harus bereaksi dengan tindakkan nyata dilapangan yang berupa karya maupun prestasi. Minimal tindakkan memperbaiki presepsi diri untuk kemudian, apa yang didapat dibangku pendidikan dapat di aplikasikan dengan baik pada dunia nyata,” jelasnya sembari tersenyum.
Sementara itu, Nurul Hasni salah-satu pemudi lainnya yang ada di Sangatta Utara mengungkapkan, jika tanggung-jawab sebagai pemuda-pemudi walaupun dalam skup yang lebih kecil setingkat Kabupaten. Bagaimana caranya tetap mempertahankan bahasa Indonesia sebagai kunci bahasa pegaulan yang utama. Karena akhir-akhir ini, ungkapan bahasa-bahasa asing telah banyak masuk sebagai kosa kata yang dianggap wajar dipergunakan. Padahal hal itu mengurangi esensi dari maksud dipergunakannnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan kita semua.
“Penggunaan bahasa Indonesia dalam pergaulan anak-anak muda seusia saya, sekarang ini amat menurun. Maksudnya kecenderungan untuk penambahan kosakata bahasa asing dalam bahasa sehari-hari semakin tinggi. Sedih tentunya! Karena hakikat Sumpah Pemuda salah-satu yang terpatri dalam poin sumpah yang ketiga, yakni menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Seakan-akan hanya dianggap sekedar prasasti saja. Tanpa dikuatkan makna dari perihal tersebut sebagai cara menguatkan bahasa bangsa ini ditingkatan pergauan internasional,” jelas wanita berparas cantik ini. (Wars)