Berita PilihanOPINIWarta Parlementeria

OPINI : Pilkada Rasa Corona

281
×

OPINI : Pilkada Rasa Corona

Sebarkan artikel ini
">

Yang positif dari warganya, yang datang dari luar negeri. Termasuk datang dari yang baru pulang bekerja di Indonesia.

Di banyak negara. Dari grafiknya. Bukan pola Gunung, pola air terjun, atau pola pelana. Tapi pola gugusan gunung. Yang naik, turunnya berulang ulang kali, seperti gelombang.

Kalau satu sumber wabah di Cina saja, dalam waktu 4 bulan. Wabahnya menyebar di seluruh Dunia. Bagaimana bila seluruh dunia yang jadi sumber wabah? Dan berganti-ganti. Dengan pola serta penyebaran, mirip MLM dan bergelombang. Bisa-bisa, 4 bulan lagi, 4 bulan lagi, lagi dan lagi.

Sepanjang belum ada vaksin nya. Kecemasan, ketakutan, pembatasan sosial, lock down atau slow down tetap ada di mana mana. Dampak ekonomi hingga pembatasan sosial ini. Bisa lebih parah dari krisis moneter di Indonesia pada tahun 1998, yang dampaknya masih terasa hingga 2005.

Perusahaan, dan apapun itu pasti terdampak. Mayoritas negatif, bayar gaji dan kewajiban tetap. Pemasukan terjun bebas. APINDO pusat, organisasi nya pengusaha. Sudah bersuara, cash flow banyak perusahaan. Hanya bisa tahan kurang dari 3 bulan. Lebih dari itu, banyak bertumbangan.

Istilah rasionalisasi, merumahkan, efesiensi. Akan jadi makanan sehari-hari. Bila dulu, sektor formal bertumbangan. Banyak karyawan berpindah kerja di sektor non formal. Sekarang kedua sektor sama-sama tumbang.

Bila Presiden memilih model pilkada langsung. Paling mungkin adalah pilkada di tahun 2022. Dengan masa jabatan hanya sekitar 2 tahun. Sebab, Sosialisasi nya. Dengan tatap muka dan kampanye terbuka. Ini hanya bisa bila ancaman Corona. Benar-benar sudah sirna.

Ketika Perpu itu di terbitkan. Taruhlah bulan Agustus. Dan ancaman Corona masih terasa. Ekonomi rakyat sedang meronta ronta. Anggaran tahun depan, tersedot membiayai dampaknya. Tak terkecuali, anggaran untuk Pilkada.

Maka yang paling mungkin. Presiden akan memilih cara Pilkada yang berbeda. Yaitu Pilkada tidak langsung. Pemilihan oleh DPRD. Seperti pemilihan Wagub DKI Jakarta, yang terlaksana 2 hari lalu.

Biaya Pilkada. Untuk satu kabupaten. Biaya resminya. Itu bila dibelikan beras 10 kg untuk tiap Kepala Keluarga (KK). Bisa dibagikan untuk sekitar 115.000 KK, selama 6 bulan. Itu berarti seluruh KK dalam satu kabupaten, bisa dapat jatah rata. Bila untuk yang bukan pekerja formal saja. Taruhlah sekitar 60.000 KK. Bisa sepanjang tahun rakyat dapat jatah beras. Merata dan gratis.

Demokrasi di anggap perlu. Ketika rakyat bisa makan. Saat rakyat kelaparan. Bisa makan itu adalah pilihan yang utama. Maka sangat mungkin. Corona ini akan membuat cara Pilkada yang berbeda. Dan bila cara Pilkada berbeda. Maka pada bulan Maret 2021, yang sangat mungkin, jadi pilihan jadwalnya. (Adv)