Rusmadi Wongso, mantan Kepala Bappeda, Sekdaprov Kaltim menjelang fajar menyingsing pemerintahannya di Bumi Etam, percaya diri mampu dalam menuntaskan banjir di Kota Tepian Samarinda. Berikut petikan wawancara yang dirangkum dari beberapa pertemuan.
Banjir merupakan issue sentral di Kota Samarinda, bagaimana sih Anda melihat paradigma kota banjir ini?
Sebentar dulu, mari kita samakan persepsinya tentang paradigma banjir ini. Samarinda, itu kota air, Kawasan Tepi Air Sungai (KTAS) jadi wajar kalau basah. Basah ya. Bukan banjir. Kalau selama ini disebut banjir, itu karena kapasitas kota ini menerima luapan air sangat terbatas.
Berkurangnya lahan akibat pertambahan penduduk, maksud Anda?
Bukan itu saja. Samarinda sebagai kota yang berkembang cukup pesat memerlukan RTH, ruang terbuka hijau ramah anak, butuh fasilitas sosial, butuh penyediaan bahan makanan, sandang dan itu tadi papan. Itu sebabnya tingkat kepadatan penduduk per kilometer makin meningkat, konsentrasi permukiman numpuk di satu pusat kegiatan ekonomi. Pergerakan manusia terkonsentrasi di kawasan industri dan perdagangan.
Jadi wajar kalua banjir?
Tidak.
Artinya, sebenarnya ada solusi?
Ada. Salah satu pertimbangan saya ikut kontestasi pemilihan gubernur ini adalah membangun antithesis luapan air yang sejak tahun 1939 memang sudah ada. Pasar Pagi itu sejak zaman Belanda sudah berair. Sekali lagi Samarinda bukan Kota Banjir, tapi Kota Air. Saya ingat Venesia, tapi tak mungkin lah saya sim salabim membangun kota kembar dengan Venesia. Tapi setidaknya saya ingin Samarinda, jadi Kota Metropolitan Ramah Air. Air dikelola dengan baik, sehingga tidak menganggu aktifitas ekonomi masyarakatnya.